Minggu, 15 April 2012
istilah GAD, GAR, NAR, AR DAN ADB
Mengenal Batubara
Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki riwayat pemanfaatan yang sangat panjang. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM. Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer. Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif sumber energi primer, disamping faktor – faktor berikut ini:
Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas. Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada saat ini, minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.
Negara – negara maju dan negara – negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8 besar negara – negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika Selatan, dan Ukraina.
Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil.
Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara.
Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.
Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.
Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
Melihat pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa peranan batubara dalam penyediaan kebutuhan energi sangatlah penting. Disini penulis tidak akan membahas lebih jauh tentang hal tersebut, tapi akan mengenalkan tentang batubara dan parameter umum yang menjadi penilaian kualitas batubara.
Pembentukan Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda – beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam – macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda – beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
Gambar Proses Terbentuknya Batubara
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Tabel Contoh Analisis Batubara (daf based)
Data – data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah sebagai berikut:
Hubungan Tingkat Pembatubaraan – Kadar Unsur Utama
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah – disebut pula batubara bermutu rendah – seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
Pemanfaatan Batubara
Klasifikasi batubara berdasarkan tingkat pembatubaraan biasanya menjadi indikator umum untuk menentukan tujuan pengggunaannya. Misalnya, batubara ketel uap atau batubara termal (steam coal) banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pembakaran umum seperti pada industri bata atau genteng, dan industri semen, sedangkan batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking coal) digunakan untuk keperluan industri besi dan baja serta industri kimia. Kedua jenis batubara tadi termasuk dalam batubara bituminus. Adapun batubara antrasit digunakan untuk proses sintering bijih mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk pembuatan briket tanpa asap.
Gambar Jenis – jenis Batubara dan Pemanfaatannya
Kualitas Batubara
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin – mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas batubara yang lazim digunakan adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan, disamping parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5,Fe2O3, dll), analisis komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion temperature).
Mengambil contoh pembangkit listrik tenaga uap batubara, pengaruh – pengaruh parameter di atas terhadap peralatan pembangkitan listrik adalah sebagai berikut:
1. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)
CV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara dan windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara setiap jam-nya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. Untuk batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan yang sama, maka dengan CV yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi di bawah kapasitas normalnya (menurut desain), atau dengan kata lain operating ratio-nya menjadi lebih rendah.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara
2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan %)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.
3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan %)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio).
Fuel Ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter
Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga semakin banyak. Kemudian bila perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2, pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun.
4. Kadar abu (Ash content, satuan %)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80% , dan abu dasar sebanyak 20%. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui.
5. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan %)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan di atas.
6. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan %)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, disamping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipitator.
7. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50mm.
8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama.
Kallori Dalam Transaksi Batubara
Dalam kontrak pembelian batubara, persyaratan kalori oleh sebagian besar konsumen Jepang selama ini adalah GCV (Gross Calorific Value) dalam basis ADB. Akan tetapi, belakangan ini sebagiannya mulai berubah ke GCV dalam basis ARB. Dan sebenarnya di Eropa Barat, kontrak berbasis ARB untuk GCV ini sudah menjadi mayoritas dalam transaksi batubara saat ini. Bahkan dalam perkembangannya, beberapa konsumen juga mulai beralih ke persyaratan kalori dalam NCV (Net Calorific Value) berbasis ARB.
Perbedaan antara basis ADB dan ARB sudah dijelaskan di atas. Adapun apa yang dimaksud dengan GCV dan NCV akan diterangkan di bawah ini.
Pada saat pembakaran batubara di boiler, air yang menempel di batubara (dalam hal ini TM) serta air yang terbentuk dari persenyawaan hidrogen yang terkandung di dalam batubara dan oksigen, akan berubah menjadi uap air setelah melalui proses pemanasan dan penguapan. Karena tidak memberi nilai tambah apa pun dalam konversi ke energi yang dapat dimanfaatkan selain untuk menguapkan air dalam batubara saja, maka kalor yang digunakan untuk proses tadi disebut kalor laten. Jika kalor laten ini diikutsertakan dalam analisis, maka kalori dalam batubara yang bersangkutan disebut dengan GCV atau HHV (Higher Heating Value). Dan jika faktor kalor laten ditiadakan, maka disebut dengan NCV atau LHV (Lower Heating Value). Hubungan antara GCV dan NCV ditunjukkan oleh persamaan (dalam standar JIS) di bawah ini:
NCV (kcal/kg) = GCV (kcal/kg) – 6 (9 H + W) ………. (2)
Dimana, H = kadar hidrogen (%) … analisis ultimat.
W = kadar air (%) … analisis proksimat.
Basis analisis untuk kalori, hidrogen, dan kadar air harus sama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tampilan besaran kalori dalam NCV menunjukkan kalor atau energi panas efektif yang terkandung dalam batubara yang digunakan untuk konversi energi yang bermanfaat. Kemudian dari persamaan di atas terlihat pula bahwa bila kandungan hidrogen dan kadar air dalam batubara sedikit, maka selisih NCV dan GCV tidaklah terlalu signifikan. Perbedaan yang besar antara kedua tampilan tadi akan muncul pada batubara muda yang masih memiliki kadar air dan hidrogen yang banyak.
Dari paparan di atas maka persyaratan kalori dalam transaksi batubara dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. GAD (Gross CV; ADB)
Untuk kondisi ini, tampilan kalori cenderung tidak menunjukkan besaran kalor secara tepat yang akan digunakan dalam pemanfaatan batubara, karena Free Moisture tidak termasuk di dalamnya.
2. GAR (Gross CV; ARB)
Karena analisis untuk kalori pada kondisi ini memasukkan faktor kadar air total, maka kondisi ini menunjukkan batubara dalam keadaan siap digunakan. Akan tetapi, tampilan kalori masih belum menunjukkan kalor yang efektif untuk dimanfaatkan dalam konversi energi yang bermanfaat.
3. NAR (Net CV; ARB)
Kondisi inilah yang benar – benar menampilkan energi panas efektif dalam pemanfaatan batubara.
Secara ringkasnya, transaksi komoditas batubara (uap) sebenarnya sama saja dengan “membeli kalor (efektif)”. Sehingga dapat dipahami bahwa munculnya prasyarat NAR merupakan sesuatu yang logis. Untuk mendapatkan nilai GCV dalam NAR ini, perlu dilakukan perhitungan dengan rumus seperti di bawah
NAR (kcal/kg) = GAR (kcal/kg) – 50.7H – 5.83TM ………. (3)
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dari persamaan di atas adalah:
- NAR adalah NCV dalam ARB.
- GAR adalah GCV dalam ARB. Karena biasanya dalam ADB, maka harus dikonversi ke ARB.
- H (kadar hidrogen) biasanya dalam DB atau DAF sehingga harus dikonversi ke ARB.
Menggunakan formula dari tabel 2 dan persamaan (3) diatas, kita akan mencoba mengkonversi GCV dari sampel batubara dalam tabel 1 ke NCV berbasis ARB. Karena pada sampel tersebut tidak dilakukan analisis untuk unsur H (hidrogen), maka besaran angka yang akan digunakan disesuaikan dengan tipikal nilai H untuk batubara di daerah tersebut, dalam hal ini sekitar 5.4 (DAF).
Untuk konversi kalori dari GCV (ADB) ke GCV (ARB), maka berdasarkan tabel 3, nilai GCV (ARB) = 5,514 kcal/kg.
Sedangkan perhitungan dari H (DAF) ke H (ARB), maka berdasarkan formula pada tabel 2, nilai H (ARB) = 4.18%.
Bila angka – angka tersebut dimasukkan ke persaman (3), maka NCV (ARB) = 5,191 kcal/kg.
Dengan demikian, maka:
Gross ADB (GAD) = 5,766 kcal/kg;
Gross ARB (GAR) = 5,514 kcal/kg;
Net ARB (NAR) = 5,191 kcal/kg.
Yang harus diperhatikan adalah bahwa meskipun terdapat 3 nilai yang berbeda untuk kalori, tapi semuanya merujuk ke batubara yang sama. Adapun angka mana yang akan digunakan dalam kontrak pembelian, tergantung dari kesepakatan pembeli dan penjual. Contoh konkret dalam hal ini adalah sebagai berikut.
Bila indeks harga untuk batubara berkalori 6,000 kcal/kg (GCV; ADB) adalah $35.00/t FOBT misalnya, maka harga batubara di kontrak pembelian dalam Gross ADB berdasarkan calorie parity adalah 5,766/6,000 X $35.00/t = $33.64/t.
Berikutnya bila kesepakatan kontrak pembelian adalah dalam Net ARB. Bila index untuk batubara berkalori 6,000 kcal/kg tadi dalam Net ARB adalah 5,500 kcal/kg, maka harga batubara akan menjadi 5,191/5,500 X $35.00/t = $ 33.03/t. (Dalam hal ini, harga index tidak tergantung dari basis analisis).
Mengenal CBM ( COAL BED METHANE )
Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.
Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana, sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat CBM. Dalam klasifikasi energi, CBM termasuk unconventional energy (peringkat 3), bersama-sama dengan tight sand gas, devonian shale gas, dan gas hydrate. High quality gas (peringkat 1) dan low quality gas (peringkat 2) dianggap sebagai conventional gas.
Di dalam lapisan batubara banyak terdapat rekahan (cleat), yang terbentuk ketika berlangsung proses pembatubaraan. Melalui rekahan itulah air dan gas mengalir di dalam lapisan batubara. Adapun bagian pada batubara yang dikelilingi oleh rekahan itu disebut dengan matriks (coal matrix), tempat dimana kebanyakan CBM menempel pada pori-pori yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, lapisan batubara pada target eksplorasi CBM selain berperan sebagai reservoir, juga berperan sebagai source rock.
Gambar Prinsip produksi CBM
CBM bisa keluar (desorption) dari matriks melalui rekahan, dengan merendahkan tekanan air pada target lapisan. Hubungan antara kuantitas CBM yang tersimpan dalam matriks terhadap tekanan dinamakan kurva Langmuir Isotherm (proses tersebut berada pada suhu yang konstan terhadap perubahan tekanan). Untuk memperoleh CBM, sumur produksi dibuat melalui pengeboran dari permukaan tanah sampai ke lapisan batubara target. Karena di dalam tanah sendiri lapisan batubara mengalami tekanan yang tinggi, maka efek penurunan tekanan akan timbul bila air tanah di sekitar lapisan batubara dipompa (dewatering) ke atas. Hal ini akan menyebabkan gas metana terlepas dari lapisan batubara yang memerangkapnya, dan selanjutnya akan mengalir ke permukaan tanah melalui sumur produksi tadi. Selain gas, air dalam jumlah yang banyak juga akan keluar pada proses produksi ini.
Mengenai pembentukan CBM, maka berdasarkan riset geosains organik dengan menggunakan isotop stabil karbon bernomor masa 13, dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis pola pembentukan.
Sebagian besar CBM adalah gas yang terbentuk ketika terjadi perubahan kimia pada batubara akibat pengaruh panas, yang berlangsung di kedalaman tanah. Ini disebut dengan proses thermogenesis. Sedangkan untuk CBM pada lapisan brown coal (lignit) yang terdapat di kedalaman kurang dari 200m, gas metana terbentuk oleh aktivitas mikroorganisme yang berada di lingkungan anaerob. Ini disebut dengan proses biogenesis. Baik yang terbentuk secara thermogenesis maupun biogenesis, gas yang terperangkap dalam lapisan batubara disebut dengan CBM.
Gambar Pembentukan CBM
Kuantitas CBM berkaitan erat dengan peringkat batubara, yang makin bertambah kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous, lalu berkurang hingga antrasit. Tentu saja kuantitas gas akan semakin banyak jika lapisan batubaranya semakin tebal.
Dari penelitian Steven dan Hadiyanto, 2005, (IAGI special publication) ada 11 cekungan batubara (coal basin) di Indonesia yang memiliki CBM, dengan 4 besar urutan cadangan sebagai berikut: 1. Sumsel (183 Tcf), 2. Barito (101.6 Tcf), 3. Kutai (80.4 Tcf), 4. Sum-Tengah (52.5 Tcf). Dengan kata lain sumber daya CBM di Sumsel sama dengan total (conventional) gas reserves di seluruh Indonesia.
Terkait potensi CBM ini, ada 2 hal yang menarik untuk diperhatikan:
Pertama, jika ada reservoir conventional gas (sandstone) dan reservoir CBM (coal) pada kedalaman, tekanan, dan volume batuan yang sama, maka volume CBM bisa mencapai 3 – 6 kali lebih banyak dari conventional gas. Dengan kata lain, CBM menarik secara kuantitas.
Kedua, prinsip terkandungnya CBM adalah adsorption pada coal matrix, sehingga dari segi eksplorasi faktor keberhasilannya tinggi, karena CBM bisa terdapat pada antiklin maupun sinklin. Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa ada batubara ada CBM.
Produksi CBM & Teknologi Pengeboran
Pada metode produksi CBM secara konvensional, produksi yang ekonomis hanya dapat dilakukan pada lapisan batubara dengan permeabilitas yang baik.
Tapi dengan kemajuan teknik pengontrolan arah pada pengeboran, arah lubang bor dari permukaan dapat ditentukan dengan bebas, sehingga pengeboran memanjang dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan. Seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah, produksi gas dapat ditingkatkan volumenya melalui satu lubang bor dengan menggunakan teknik ini.
Gambar Teknik produksi CBM
Teknik ini juga memungkinkan produksi gas secara ekonomis pada suatu lokasi yang selama ini tidak dapat diusahakan, terkait permeabilitas lapisan batubaranya yang jelek. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan di Australia dan beberapa negara lain, dimana produksi gas yang efisien dilakukan dengan sistem produksi yang mengkombinasikan sumur vertikal dan horizontal, seperti terlihat pada gambar di bawah.
Gambar. Produksi CBM dengan sumur kombinasi
Lebih jauh lagi, telah muncul pula ide berupa sistem produksi multilateral, yakni sistem produksi yang mengoptimalkan teknik pengontrolan arah bor. Lateral yang dimaksud disini adalah sumur (lubang bor) yang digali arah horizontal, sedangkan multilateral adalah sumur horizontal yang terbagi-bagi menjadi banyak cabang.
Pada produksi yang lokasi permukaannya terkendala oleh keterbatasan instalasi fasilitas akibat berada di pegunungan misalnya, maka biaya produksi memungkinkan untuk ditekan bila menggunakan metode ini. Secara praktikal, misalnya dengan melakukan integrasi fasilitas permukaan.
Catatan: Teknik pengontrolan arah bor
Teknik pengeboran yang menggunakan down hole motor (pada mekanisme ini, hanya bit yang terpasang di ujung down hole motor saja yang berputar, melalui kerja fluida bertekanan yang dikirim dari permukaan) dan bukan mesin bor rotary (pada mekanisme ini, perputaran bit disebabkan oleh perputaran batang bor atau rod) yang selama ini lazim digunakan, untuk melakukan pengeboran sumur horizontal dll dari permukaan. Pada teknik ini, alat yang disebut MWD (Measurement While Drilling) terpasang di bagian belakang down hole motor, berfungsi untuk memonitor arah lubang bor dan melakukan koreksi arah sambil terus mengebor.
Gambar Pengontrolan arah bor
ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery) adalah teknik untuk meningkatkan keterambilan CBM. Pada teknik ini, gas injeksi yang umum digunakan adalah N dan CO2. Disini, hasil yang diperoleh sangat berbeda tergantung dari gas injeksi mana yang digunakan. Gambar di bawah ini menunjukkan produksi CBM dengan menggunakan gas injeksi N dan CO2.
Gambar ECBM dengan N dan CO2
Bila N yang digunakan, hasilnya segera muncul sehingga volume produksi juga meningkat. Akan tetapi, karena N dapat mencapai sumur produksi dengan cepat, maka volume produksi secara keseluruhan justru menjadi berkurang.
Ketika N diinjeksikan ke dalam rekahan (cleat), maka kadar N di dalamnya akan meningkat. Dan karena konsentrasi N di dalam matriks adalah rendah, maka N akan mengalir masuk ke matriks tersebut. Sebagian N yang masuk ke dalam matriks akan menempel pada pori-pori. Oleh karena jumlah adsorpsi N lebih sedikit bila dibandingkan dengan gas metana, maka matriks akan berada dalam kondisi jenuh (saturated) dengan sedikit N saja.
Gambar Tingkat adsorpsi gas
Gambar. Substitusi gas injeksi pada matriks batubara
Namun tidak demikian dengan CO2. Gas ini lebih mudah menempel bila dibandingkan dengan gas metana, sehingga CO2 akan menghalau gas metana yang menempel pada pori-pori. CO2 kemudian segera saja banyak menempel di tempat tersebut. Dengan demikian, di dalam matriks akan banyak terdapat CO2 sehingga volume gas itu yang mengalir melalui cleat lebih sedikit bila dibandingkan dengan N. Akibatnya, CO2 memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai sumur produksi. Selain itu, karena CO2 lebih banyak mensubstitusi gas metana yang berada di dalam matriks, maka tingkat keterambilan (recovery) CBM juga meningkat.
2. Calon Pembeli Sudah Ada !
Beberapa waktu yang lalu, Kami mencoba menawarkan sample Batu bara yang kami ambil dari lokasi kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKU Selatan. Sampel tersebut Kami tawarkan ke PT. Semen Baturaja, yang menurut fihak PT. Semen, batubara adalah merupakan bahan bakar pokok dalam proses produksi semen. Sampel tersebut diteliti di laboraturium PT. Semen Baturaja dan fihak PT.
Berdasarkan hasil pengetesan tersebut PT. Semen Baturaja bersedia menerima kontrak pengadaan batubara sebesar 3000 MTon perbulan dengan harga Rp. 360.000,- sd. Rp 450.000,- yang dapat di negosiasikan sesuai dengan masing-masing kadar kalori dan mineral ikutan dari batubara yang ada.. Melihat peluang ini, Kami membentuk tim dan melakukan berbagai penelitian dan pengumpulan data sebagaimana yang kami paparkan secara tertulis di profosal ini. Namun keterbatasan kapasitas produksi untuk satu unit usaha penambangan rakyat memungkinkan besaran kontrak hanya 1000 Metrix Ton per bulan per satu unit usaha.
3. Izin Usaha Penambangan
Dalam undang Undang no 4 tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Usaha pertambangan dilakukan berdasarkan :
a. IUP, Izin Usaha Penambangan
b. IPR, Izin Penambanan Rakyat, atau
c. IUPK, Izin Usaha Penambangan Khusus
IUP, IPR, atau IUPK diberikan dalam WIUP untuk IUP, WPR untuk IPR, atau WIUPK untuk IUPK. WIUP berada dalam WUP yang ditetapkan oleh Menteri. WPR ditetapkan oleh bupati/walikota. WIUPK berada dalam WUPK yang ditetapkan oleh Menteri. WUP, WPR, atau WUPK , berada dalam WP.
4. Wilayah Pertambangan Rakyat ( WPR )
Bupati/walikota menyusun rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WPR berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam serta peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara.
WPR harus memenuhi kriteria:
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal WPR sebesar 25 (dua puluh lima) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang;
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun;
g. tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN; dan
h. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
Wilayah di dalam WP yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WPR oleh bupati/walikota setempat setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota. Koordinasi untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki pemerintah provinsi yang bersangkutan.
5. Izin Pertambangan Rakyat ( IPR )
IPR diberikan oleh bupati/walikota berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat, baik orang perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi. IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh bupati/walikota. Dalam 1 (satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IPR.
Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR.
Untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi:
v persyaratan administratif;
v persyaratan teknis; dan
v persyaratan finansial.
Persyaratan administratif untuk:
a. orang perseorangan, paling sedikit meliputi:
v surat permohonan;
v kartu tanda penduduk;
v komoditas tambang yang dimohon; dan
v surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
b. kelompok masyarakat, paling sedikit meliputi:
v surat permohonan;
v komoditas tambang yang dimohon; dan
v surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
c. koperasi setempat, paling sedikit meliputi:
v surat permohonan;
v nomor pokok wajib pajak;
v akte pendirian koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
v komoditas tambang yang dimohon; dan
v surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
Persyaratan teknis berupa surat pernyataan yang memuat paling sedikit mengenai:
a. sumuran pada IPR paling dalam 25 (dua puluh lima) meter;
b. menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power untuk 1 (satu) IPR; dan
c. tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak.
Persyaratan finansial berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat
6. Ruang Lingkup Kegiatan Pertambangan/tahapan penambangan.
Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut:
Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui udara, survey geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain, pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan landasan pengeboran dan pembangunan anjunganpengeboran.
Penyelidikan / survey seismik refraksi :
- Pemetaan geologi / litologi
- Studi struktur basement dan puncak-puncak reef (gamping terumbu)
- Intrusi garam dome
- Hidrogeologi, ketebalan aqifer
- Analisa patahan
- Studi pondasi dalam Teknik Sipil berdasarkan elastisitas batuan (terutama untuk bangunan, jembatan, bendungan)
- Menunjang dalam perhitungan biaya geoteknik dan pertambangan serta melengkapi informasi metode-metode geofisika lainnya
Penyelidikan / survey seismik refleksi :
- Studi struktur-struktur geologi bawah permukaan
- Deteksi litologi dan batas-batas stratigrafi
- Hidrokarbon, gas bumi
Penyelidikan / survey geolistrik :
- Eksplorasi mineral, terutama mineral bijih dan penyebarannya
- Eksplorasi minyak dan gas bumi
- Evaluasi cekungan sedimen
- Pemetaan bedrock untuk geoteknik
- Pemetaan lapisan tanah penutup untuk konstruksi dan pertambangan bawah tanah
- Penyelidikan geohidrologi tentang salinitas dan porositas
- Eksplorasi geothermal
Penyelidikan / survey logging :
- Penyebaran lapisan batuan secara lateral dan vertikal
- Penentuan ketebalan lapisan aqifer
- Menentukan densitas batuan
- Menentukan ketebalan lapisan batuan
- Menentukan struktur geologi dibawah permukaan (patahan/sesar)
Pemetaan Geologi/Alterasi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral.
contoh peta geologi (formasi batuan)
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau denganteodolit.
Singkapan
Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya.
Contoh singkapan Batubara
Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian-bagian permukaan yang diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti :
Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.
Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur penduduk, atau pada parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.
Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :
Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada.
Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapan.
Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif danrepresentatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi (interpretasi) batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.
Interpretasi dan informasi data
Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi antara lain :
Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).
Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).
Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan hidrologi.
Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu diperhatikan, antara lain :
Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.
Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona pelapukan, dan zona (penyebaran) alterasi.
Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan proses sedimentasi.
Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar, kelurusan-kelurusan, dll.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain :
Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan (efisiensi).
Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.
Ganbar dibawah inj menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan penampang geologi dari data pengamatan singkapan di lapangan.
Metode Eksplorasi Langsung
Berdasarkan pada sifat penyelidikan dan pendekatan teknologi yang digunakan, maka kegiatan eksplorasi secara umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.
Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan, dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan (diterapkan) pada sepanjang kegiatan eksplorasi (tahap awal s/d detail).
Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung ini adalah :
Pemetaan geologi/alterasi.
Tracing float, paritan, dan sumur uji.
Sampling (pengambilan dan preparasi conto).
Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.
Tracing Float, Paritan, dan Sumur Uji
Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung ini adalah :
Pemetaan geologi/alterasi.
Tracing float, paritan, dan sumur uji.
Sampling (pengambilan dan preparasi conto).
Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.
Selain pemetaan geologi melalui pengamatan (pendiskripsian) singkapan, penyusuran (pencarian) lokasi endapan bijih dapat juga dilakukan dengan tracing float, paritan atau sumur uji. Secara teoritis, dengan melakukan kombinasi kegiatan antara pemetaan geologi, tracing float, paritan, dan sumur uji dengan mengumpulkan petunjuk-petunjuk ke arah bijih, maka lokasi endapan dapat diketahui (ditemukan).
Tracing float
Float adalah fragmen-fragmen atau pecahan-pecahan (potongan-potongan) dari badan bijih yang lapuk dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi dan aliran air, maka float ini ditransport ke tempat-tempat yang lebih rendah (ke arah hilir). Pada umumnya, float ini banyak terdapat pada aliran sungai-sungai.
Tracing (penjejakan = perunutan) float ini pada dasarnya merupakan kegiatan pengamatan pada pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan seukuran kerakal s/d boulder yang terdapat pada sungai-sungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-pecahan yang mengandung mineralisasi, maka sumbernya adalah pada suatu tempat di bagian hulu dari sungai tersebut. Dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat ditemukan asal dari pecahan (float) tersebut.
Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi (termineralisasi) dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap sumbernya. Selain itu sifat dan karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi faktor pendukung.
Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan (tracing with panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar (besar), sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang berukuran halus (pasir s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip dengan tracing float.
Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning
Informasi-informasi yang perlu diperhatikan adalah :
Peta jaringan sungai.
Titik-titik (lokasi) pengambilan float.
Titik-titik informasi dimana float termineralisasi/tidak termineralisasi.
Titik-titik informasi kuantitas dan kualitas float.
Lokasi dimana float mulai hilang.
Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber float telah terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut hilang dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan&ujisumuran.
Trenching (pembuatan paritan)
Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling.
Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat diketahui (lihat Gambar). Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.
Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :
Terbatas pada overburden yang tipis,
Kedalaman penggalian umumnya 2–2,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau dengan menggunakan eksavator/back hoe),
Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).
Test pit (sumur uji)
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal..
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling (lihat Gambar). Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
Sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m dengan kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m .
Sketsa pembuatan sumur uji
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
ketinggian muka airtanah,
kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
kekuatan dinding lubang, dan
kekerasan batuan dasar.
Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi
Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta, kabel gantung, sistem perpipaan untuk mengangkut tailing atau konsentrat bijih).
Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini dapat bersifat sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber energi.
Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta tingkat migrasi pendatang.
Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah, sumber air bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan tanah yang digunakan oleh masyarakat adat.
Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja terhadap penyakit menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.
Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja
Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk setempat. Tenaga kerja trampil perlu didatangkan dari luar, dengan demikian diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat besar.
Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang, sumberdaya alam akan mengalami degradasi secara cepat. Akibatnya akan terjadi konflik sosial karena persaingan pemanfaatan sumber daya alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali dikaitkan dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air bersih, musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta penyebaran penyakit menular.
Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral didunia dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit mining, strip mining, dan quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali.
Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode strip mining (tambang bidang). Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat permukaan tanah.
Teknik pertambangan quarrying bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan jalan makadam. Untuk pengambilan batuan ornamen diperlukan teknik khusus agar blok-blok batuan ornamen yang diambil mempunyai ukuran, bentuk dan kualitas tertentu. Sedangkan untuk pengambilan bahan bangunan tidak memerlukan teknik yang khusus. Teknik yang digunakan serupa dengan teknik tambang terbuka.
Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas.
Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 % sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral, yang menutupi atau berada diantara zona mineralisasi atau batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah. Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan bijih.
Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian di dalam hal menentukan besar dan pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah adalah:
Luas dan kedalaman zona mineralisasi
Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan lokasi dan desain penempatan limbah batuan.
Kemungkinan sifat racun limbah batuan
Potensi terjadinya air asam tambang
Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.
Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil (seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk pelapis tempat pembuangan tailing).
Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk pembuangan overburden yang berasal dari sistem penambangan dredging dan placer).
Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.
Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.
Tahap Operasi Produksi / penggalian batubara
Tata Cara Penambangan Batubara
Pemanfaatan secara ekonomis potensi cadangan batubara disebut dengan penambangan batubara, yang terbagi menjadi penambangan terbuka (surface mining atau open cut mining) dan penambangan bawah tanah atau tambang dalam (underground mining).
Bila terdapat singkapan batubara (outcrop) di permukaan tanah pada suatu lahan yang akan ditambang, maka metode penambangan yang akan dilakukan, yaitu metode terbuka atau bawah tanah, ditetapkan berdasarkan perhitungan tertentu yang disebut dengan nisbah pengupasan (Stripping Ratio, SR). Nisbah ini merupakan indikator tingkat ekonomis suatu kegiatan penambangan.
SR = {(Biaya Tambang Dalam) – (Biaya Tambang Terbuka)} / Biaya Pengupasan
Pada perhitungan SR di atas, biaya tambang dalam adalah biaya per batubara bersih (clean coal) dalam ton, sedangkan untuk biaya tambang terbuka adalah biaya per batubara bersih dalam ton dan biaya relamasi, tapi tidak termasuk biaya pengupasan tanah penutup (overburden). Sedangkan biaya pengupasan adalah biaya pengupasan tanah penutup, dalam m3.
Sebagai contoh, bila dari studi kelayakan (feasibility study) ternyata diketahui bahwa biaya tambang dalam pada suatu lahan yang akan ditambang adalah US$150, biaya tambang terbuka adalah US$50, dan biaya pengupasan adalah US$10, maka nisbah pengupasan atau SR adalah 10. Dari gambar 1 di atas terlihat bahwa sampai dengan posisi tertentu yang merupakan batas SR, penambangan terbuka lebih menguntungkan untuk dilakukan. Sedangkan lewat batas tersebut, penambangan akan lebih ekonomis bila dilakukan dengan menggunakan metode tambang dalam.
Tahapan Kegiatan penambangan Batubara
Penampungan Tailing, Pengolahan dan Pembuangan
Pengelolaan tailing merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk lumpur dengan komposisi 40-70% cairan. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya memerlukan pertimbangan yang teliti terutama untuk kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain dari sistem penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar, dan dapat menjadi pusat perhatian media serta protes dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi harus memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan fraksi cair tailing, pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.
Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing meliputi :
Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat penimbunan tailing dan potensi migrasi lindian dari tailing.
Daerah rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi keamanan lokasi dan desain teknis .
Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya, pertanian serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap ternak, binatang liar dan penduduk local.
Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk pengolahannya.
Reklamasi setelah pasca tambang.
Studi AMDAL juga harus mengevaluasi resiko yang disebabkan oleh kegagalan penampungan tailing dan pemrakarsa harus menyiapkan rencana tanggap darurat yang memadai. Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tanggap darurat ini harus dinyatakan secara jelas.
Faktor-faktor Pertimbangan di dalam Menilai Kesesuaian Penampungan Tailing
1. Tuntutan Peraturan
Tuntutan peraturan setempat yang mencakup seluruh aspek dari areal penimbunan yang direncanakan dimasa depan harus disertakan didalam penilaian suatu areal. Hal tersebut mencakup :
v tuntutan baku mutu bagi pelepasan air
v nilai budaya dan sejarah dari suatu tempat termasuk nilainya bagi penduduk pribumi
v tuntutan akan rancangan khusus terhadap misalnya gempa bumi, peluang-peluang terjadinya banjir
v emisi debu dan polusi suara
v rencana-rencana dari berbagai pihak yang berwenang termasuk pengangkutan, pengembangan perkotaan, sarana-sarana (penyaluran tenaga listrik, jaringan supali air, dsb
v zonasi dari areal penimbunan tailing dan daerah sekitarnya (kegiatan-kegiatan yang diijinkan pihak berwenang), dan kemungkinan perubahan dari zonasi sekarang
2. Metereologi
Berbagai aspek neraca air dari operasi harus didasarkan pada pengertian yang mendalam mengenai kondisi metereologi daerah setempat. Informasi yang harus dikumpulkan termasuk :
v data curah hujan (rata-rata setiap bulan untuk berbagai priode ulang 1:10, 1:20, 1:50, 1:100)
v data intensitas/lama hujan
v pengukuran evaporasi (panci evaporasi klas A)
v pengukuran kelembaban, suhu dan radiasi matahari
v kekuatan/arah angin pada berbagai waktu yang berbeda dalam setahun
v pengetahuan tentang kejadian masa lalu atau jarang terjadi (angin topan, banjir)
3. Topografi dan Pemetaan
Topografi dari bangunan jangka panjang dan daerah-daerah penyangga sejauh sekitar 1 km dari batas-batas daerah yang akan menjadi areal penimbunan harus diteliti. Informasi ini akan memungkinkan dilakukan penilaian akan potensi dampak-dampak sosial dan lingkungan dari fasilitas yang diusulkan pada tahap-tahap yang paling awal dari perencanaan. Informasi ini harus termasuk :
v kontur-kontur permukaan dengan interval 1 m
v pola-pola drainase (aliran-aliran, mata air, danau. Lahan basah)
v batas-batas tanah
v jaringan jalan dan pelayanan
v tempat tinggal dan bangunan lainnya
v tempat-tempat budaya atau bersejarah
v tata guna lahan saat ini (RUTRW)
4. Fotografi
Fotografi dapat menjadi suatu alat penting untuk membantu penilaian estetika dan potensi dampak lingkungan dari areal penimbunanyang diusulkan. Ini termasuk :
v foto-foto udara dari kepemilikan lahan dan daerah sekitarnya
v foto-foto darat yang diambil dari berbagai sudut yang bermanfaat
v foto-foto sejarah
5. Air Permukaaan Tanah
Seandainya areal penimbunan tailing yang terpilih berada dekat sungai-sungai atau daerah-daerah yang sering mengalami banjir, potensi dampak dari hujan lebat pada frekuensi rendah perlu dipertimbangkan. Informasi yang dibutuhkan termasuk :
v aliran-aliran pada batang-batang air alami (data hidrografis seperti ciri-ciri limpasan air hujan)
v catatan-catatan banjir dan identifikasi dataran banjir yang mungkin
v latar belakang baku mutu air
v tataguna air di hulu dan di hilir termasuk aliran-aliran lingkungan untuk memelihara habitat-habitat bagi flora dan fauna
v Air Bawah tanah
v Suatu pengertian tentang hidrogeologi umum dari suatu tempat dapat membantu penilaian potensi dampak dari penimbunan tailing terhadap air bawah tanah. Informasi yang penting termasuk ;
v hidrogeologi tempat (kedalaman hingga air, arah aliran, kecepatan aliran)
v keberadaan jalur-jalur aliran yang dikehendaki
v latar belakang baku mutu air
v tata guna air di hulu dan di hilir
v zona pengeluaran air bawah tanah
7. Geoteknis
Tampungan-tampungan tailing pada awalnya lazim dibangun dari tanah setempat. Dalam hal ini ketersediaan dan kesesuaian tanah harus dinilai dipermulaan proses pembangunan dan harus mencakup :
v kondisi fondasi (jenis-jenis tanah di berbagai kedalaman, distribusi ukuran partikel, presentase partikel halus, Nilai Atterberg/plastisitas tanah, kekuatan tanah, ciri-ciri permeabilitas, mineralogi)
v ketersediaan bahan-bahan bangunan seperti tanah liat, pasir, batu kerikil
v adanya batu-batuan, struktur dari lapisan batu-batuan
v data resiko gempa
8. Geokimia
Seandainya cairan tailing berhubungan dengan tanah alamiah, sejumlah interaksi geokimia dapat terjadi. Melakukan analisis jangka panjang adalah praktek yang baik karena akan membangun informasi yang membantu tercapainya pengertian tentang interaksi-interaksi tersebut.
9. Sifat-sifat tailing
Sifat-sifat tailing perlu diketahui ketika merancang fasilitas-fasilitas baru, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan rembesan air bawah tanah dan pelepasan air. Termasuk didalamnya :
v kandungan mineral dan kimia partikel-patikel padat
v kandungan logam berat
v kandungan radio-nuklida
v gaya berat spesifik partikel –partikel padat
v perilaku pengendapan
v hubungan antara permeabilitas dan berta jenis
v plastisitas tanah (nilai Atterberg)
v prilaku konsolidasi
v rheologi (aliran cairan yang mengandung partikel-partikel tersuspensi/ciri-ciri kekentalan
v ciri-ciri kekuatan tailing
v kimiawi air pori (air diantara pori-pori tanah)
v sifat-sifat pencucian air tawar
Air Asam Batuan (AAB) adalah produk yang terbentuk akibat oksidasi mineral yangmengandung besi-sufur, seperti: pyrite (FeS2) dan pyrrhotite (FeS) oleh oksidator yang berasal dari atmosphere (misalnya; air, oksigen dan karbon dioksida) dengan bantuankatalis bakteri Thiobacillus ferooxidans dan produk-produk lain yang terbentuk sebagaiakibat dari reaksi oksidasi tersebut.
Reaksi terbentuknya AAB dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi seperti tersebut dibawah. Dalam persamaan reaksi tersebut, bahan mineral yang dioksidasi adalah pyrite(FeS2), namun reaksi yang sama juga berlaku untuk pembentukan AAB dari oksidasipyrrhotite (FeS).
Bakteri yang terlibat pada reaksi biasanya berasal dari strain Thiobacillusferooxidans yang khas untuk setiap lokasi. Mereka menggunakan sulfur sebagai sumberenergi dan memperoleh kebutuhan nutrisi dari atmosphere (nitrogen, oksigen, karbondioksida dan air) dan mineral (sulfur dan phospor). Meskipun bukan katalis dalampengertian yang sebenarnya, namun bakteri ini berfungsi sebagai agen yangmempercepat terjadinya reaksi. Pada kondisi habitat yang optimal, bakteri ini merupakanfaktor yang paling menentukan dalam pembentukan AAB. Mereka juga mampuberadaptasi dengan melakukan mutasi jika terjadi perubahan habitat yang ekstrim.
Diduga tanpa kehadiran bakteri Thiobacillus ferooxidans reaksi 1,2 dan 5 merupakanreaksi yang dominan, sementara itu dengan adanya bakteri seperti yang dinyatakandalam persamaan 5, reaksi yang terjadi merupakan kombinasi dari reaksi 1 dan 3 atau 2, 3 dan 4 atau 1, 2, 3 dan 4. Seperti terlihat didalam persamaan reaksi, selain diperlukan adanya pyrite, keberadaanoksigen dan air sangat menentukan terbentuknya AAB. Dengan demikian pembentukanAAB dapat dicegah dengan menghindari kontak pyrite dengan oksigen (misalnya: denganmenempatkan mineral di bawah permukaan air) atau dengan mencegah kontak pyritedengan air (misalnya: menempatkan mineral di daerah yang kering). Pembentukan AABjuga dapat dihindari dengan mencegah pertumbuhan T. ferrooxidans denganmenggunakan bahan kimia. Hasil akhir reaksi adalah asam sulfat dan ferric sulphate.Asam sulfat merupakan produk antara yang penting. Pada awal oksidasi pyrite, pH turunsecara cepat dan kemudian stabil kembali pada nilai antara 2.5 – 3.0. Nilai pH akhir. Pada umumnya ditentukan oleh kebutuhan pH optimal bagi pertumbuhan strain bakteri yangterlibat di dalam reaksi.
Jika pyrite dan/ atau pyrrhotite adalah mineral sulfida yang terbuka terhadap oksidasiatmosphere maka hasil reaksi seperti reaksi di atas. Tergantung pada keberadaan air danoksigen, reaksi tidak selalu berlangsung sempurna seperti dinyatakan oleh persamaan 1sampai 6, dalam hal demikian maka produk antara merupakan senyawa kimia ataumineral tetap berada pada kondisi teroksidasi.
Decomisioning Dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun demikian, uraian di atas tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang selesai. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan.
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.
Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan penaman kembali permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air asam tambang dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau terbentuknya AAT. Isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi :
a. stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan permukaan timbunan
b. keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi
c. karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi
d. potensi terjadinya AAT dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan tailing dan timbunan limbah batuan (sebagai akibat oksidasi sulfida yang terdapat dalam bijih atau limbah batuan)
e. potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara
f. biaya untuk rehabilitasi selama kegiatan pertambangan dan pasca tambang
g. Aspek sosial ekonomi selama tahap decomisioning juga perlu diperhatikan khususnya eksistensi dan daya tahan ekonomi masyarakat setempat yang tergantung pada kegiatan pertambangan. Disamping hilangnya pendapatan, kelanjutan penyediaan fasilitas sosial seperti sarana air bersih, air limbah, listrik dan pelayanan kesehatan menjadi tidak jelas. Fasilitas sosial ini biasanya disediakan langsung oleh industri pertambangan. Dengan selesainya kegiatan pertambangan, perlu diperjelas institusi yang akan mengelolan fasilitas sosial tersebut. Semua isu-isu di atas harus dipertimbangkan dalam penentuan rencana penutupan tambang.
6. Peralatan penambangan / Alat Berat
Klasifikasi Fungsional Alat Berat Yang dimaksud dengan klasifikasi fungsional alat adalah pembagian alat tersebut berdasarkan fungsi-fungsi utama alat. Berdasarkan fungsinya alat berat dapat dibagi atas berikut ini.
Alat Pengolah Lahan.
Kondisi lahan proyek kadang-kadang masih merupakan lahan asli yang harus dipersiapkan sebelum lahan tersebut mulai diolah. Jika pada lahan masih terdapat semak atau pepohonan maka pembukaan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan dozer. Untuk pengangkatan lapisan tanah paling atas dapat digunakan scraper. Sedangkan untuk pembentukan permukaan supaya rata selain dozer dapat digunakan juga motor grader.
Gambar: Dozer
alat penggali
Jenis alat ini dikenal juga dengan istilah excavator. Beberapa alat berat digunakan untuk menggali tanah dan batuan. Yang termasuk didalam kategori ini adalah front shovel, backhoe, dragline, dan clamshell.
Gambar: backhoe
Alat Pengangkut Material
Crane termasuk di dalam kategori alat pengangkut material karena alat ini dapat mengangkut material secara vertical dan kemudian memindahkannya secara horizontal pada jarak jangkau yang relative kecil. Untuk pengangkutan material lepas (loose material) dengan jarak tempuh yang relative jauh, alat yang digunakan dapat berupa belt, truck dan wagon.
Gambar: truck
Alat Pengolah lahan Konvensional
Alat Pengolahan Lahan Konvensional seperti halnya yang biasa digunakan dalam keseharian, diantaranya : Cangkul, linggis, belencong, sekop, dll
ANALISA ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN KETERLIBATAN MASYARAKAT
Teknik-teknik yang dipakai untuk pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan oleh kegiatan tailing telah berkembang dengan baik, namun untuk isu-isu yang berkaitan dengan sosial ekonomi masih merupakan tantangan yang belum terselesaikan. Banyak perusahaan pertambangan masih bergulat dengan isu-isu sosial seperti :
Kompensasi kehilangan lahan dan akses sumberdaya alam (seperti: lahan) dan juga potesi kehilangan ekonomis dan gangguan terhadap kehidupan budaya.
Pengelolaan dampak yang berkaitan dengan operasi pertambangan seperti: masuknya pendatang baru yang berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan pendapatan, komsumsi air bersih, dan terjadinya persaingan yang disebabkan pemakaian air bersih dan sumberdaya alam lain yang dipergunakan bersama.
Tuntutan untuk melaksanakan program community development pengembangan kesempatan kerja dan mekanisme untuk mendistribusikan keuntungan sosial secara lebih luas diantara masyarakat lokal.
1. Aspek Lingkungan
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.
2. Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak lingkungan, ternyata menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu, AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998):
Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih.
Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:
Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan
Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan.
Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan
Stabilisasi site dan rehabilitasi
Limbah tambang dan pembuangan tailing
Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
Peralatan yang tidak digunakan , limbah padat, limbah rumah tangga
Emisi Udara
Debu
Perubahan Iklim
Konsumsi Energi
Pelumpuran dan perubahan aliran sungai
Buangan air limbah dan air asam taminasi
Perubahan air tanah dan kontaminasi
Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja
Kebisingan
Radiasi
Keselamatan dan kesehatan kerja
Toksisitas logam berat
Peninggalan budaya dan situs arkeologi
Kesehatan masyarakat dan pemukiman sekitar tambang
3. Asfek ekonomi
Rencana Penambangan biji besi di kecamatan Muaradua Kisam, Kabupaten OKU selatan ini, menghasilkan dampak ekonomi baik bagi pemerintah Daerah Kabupaten, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Pusat, sesuai dengan sistem pembagian pajak pertambangan yang di atur oleh UU no 4 tahun 2010. adapun besaran nilai rupiah dari rencana penambangan ini, mengahasilkan PAD tambahan bagi Kabupaten OKU Selatan sebesar :
Iuran wajib/bln 10 h X Rp 2500 = 250.000
Pajak Galian/bln 1000 MT X Rp.390.000 X 5 %= 19.500.000
Total PAD pertahun = ( 19.500.000 + 250.000) X 12 = Rp. 237..000.000
Peningkatan Penghasilan masyarakat setempat jelas akan bertambah dengan sendirinya seiring proses pertambangan yang nilainya di sesuaikan dengan PERDES setempat dan peningkatan penghasilan tersebut akan berdampak pada peningkatan nilai beli dimasyarakat yang berdampak pada peningkatan penghasilan bagi masyarakat di luar lokasi penambangan.
ANALISA PERSONALIA
1. Spesifikasi Tenaga Personalia
Usaha pertambangan rakyat ini melibatkan tenaga kerja sebagai berikut
KTT ( Kepala Teknik Tambang), jumlah 1 otrang, Pendidikan S1 teknik tambang / memiliki sertifikat kompetensi KTT ). Berpengalaman minimal 3 tahun di pertambangan.
Pengawas, berjumlah 2 orang yang dibagi dalam 2 divisi yaitu divisi penggalian dan divisi tailling masing-masing 1 orang, berpendidikan minimal STM berpengalaman minimal 5 tahun atau pendidikan diploma berpengalaman 1 tahun, yang bertugas sebagai pengawas pelaksana kegiatan yang di rencanakan oleh KTT.
Staf administrasi, berjumlah 2 orang berpendidikan minimal D1 akutansi komputer, yang bertugas mengurus segala keperluan administrasi kantor, lapangan maupun pemasaran.
Operator, berjumlah 10 orang berpendidikan minimal SLTA berpengalaman menjalankan mesin produksi minimal 1 tahun / pendidikan D3 tambang non pengalaman, bertugas sebagai kepala regu proses penggalian yang masing – masing beranggotakan orang, melaksanaka kegiatan sesuai schedule dari KTT.
Pekerja Biasa, berjumlah 40 orang, pendidikan tidak di utamakan, asal mengerti tata kerja team dan sehat jasmani rohani, bertugas sebagai pelaksana kegiatan dari KTT yang di kepalai oleh operator yang terbagi dalam 10 group masing-masing beranggotakan 5 orang.
Satpam, berjumlah 2 orang, pendidikan minimal SLTA berpengalaman minimal 3 tahun dan atau totoh pemuda setempat yang memiliki kdedibilitas dan di segani di masyarakat setempat.
Sopir, berjumlah 5 orang untuk 5 unit dumptruk, pendidikan tidak di utamakan, berpengalaman minimal 1 tahun mengendarai truk dan sejenisnya, serta memiliki sim B1Umum.
Tabel spesifikasi Tenaga Kerja
NO
TENAGA
PERSONALIA
JUMLAH
TENAGA
PENDIDIKAN
MINIMUM
PENGALAMAN
MINIMUM
1
KTT
1 orang
S1 tambang
3 tahun
2
Pengawas
2 orang
STM/D3
5/1 tahun
3
Operator
10 orang
SLTA/D3
3th/non peng.
4
Staf
2 orang
D1
1 tahun
5
Satpam
2 orang
SLTA
3 th
6
Pekerja biasa
40 orang
SD
-
7
Sopir
5 orang
SD
3 th
Jumlah tenaga
62 orang
2. PROFIL Pengurus ( Penggagas Usaha )
Biodata
o Nama : ANDRALIKA, ST.
o Tempat/ tgl lahir : Muaradua, 9 Desember 1978
o Agama : Islam
o Pekerjaan : Wiraswasta
o Kewarganegaraan : Indonesia
o Pendidikan : S1 Teknik Industri
o Alamat : Jl. Wedana Pangku No. 10
Muaradua. OKU Selatan
Tlp. 081373673873
Riwayat Pendidikan
o Sekolah Dasar di SD N no 4 Muaradua th 1984 – 1990, tamat.
o Sekolah Lanjutan Pertama di SMP N Muaradua, th 1990-1993, tamat.
o Sekolah Lanjutan Atas di STM N Baturaja jur. Listrik th 1993-1996, tamat.
o Perguruan Tinggi di STTM Muhammadiyah Tangerang, th 1997-2002, tamat
Riwayat Pengalaman
o Operator di anak perusahaan Astra motor tangerang, tahun 1996
o Teknisi Listrik, Lyman ( Roman Royal keramik ), 1996-1998
o Kepala teknik PT. APCU (anak perusahaan darma niaga produksi pupuk NPK ), Tangerang, 1998-2000
o Wira Usaha Mandiri, 2000-sekarang
Riwayat Organisasi
o Gerakan Pramuka Siaga SD N 4 Muaradua, tahun 1988-1990
o Gerakan Pramuka Penegak ST N Baturaja, tahun 1993-1996
o Pendiri/Pembina Gerakan Pramuka Saka Kencana, Muaradua, 1995
o Osis STM N Baturaja, 1995-1996
o Sekretaris Ikatan Keluarga Kisam Jabotabek, 1997-2000
o Ketua Dewan Kehormatan Mahasiswa, STTM Muhamaddiyah Tangerang, 1998
o Anggota BM Deklerasi Nasional Partai Amanat Nasional di senayan, Agustus 1998
o KaBid. Pemberdayaan Buruh Partai Amanat Nasional, DPD Tangrang, 1998-2003
o Sekretaris Umum Ikatan Pedagang Cikupa Sepakat, 1998-2001
o Kabid. Cipta Karya & anggota sertifikasi asosiasi Gapensi OKU Selatan, 2005-2006
o Korca. AKLI ( Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia ), Ranting OKU Selatan
Riwayat Keterampilan
o Kursus bahasa Inggris di Texas colage Baturaja tahun 1994-1996
o Kursus Kompetensi Penggunaan Trafo distribusi listrik, Cibinong, 2003
o Kursus Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Cibinong, 2003
o Kuliah Bisnis di Enterpreneur University, pasar minggu jakarta, 2005
o Seminar Leadership, tanadi santoso, jakarta, 2006
o Seminar what of maouth, tanadi santoso, jakarta 2007
STUDY KELAYAKAN BISNIS ( SKB )
1. Rekapitulasi Anggaran Biaya ( RAB ) dana Investasi usaha Koperasi
Penambangan rakyat Bahan tambang batubara
NO
URAIAN KEGIATAN
BIAYA
1
Pendirian Koperasi
7,700,000
2
Perizinan WIUPR
3,250,000
3
Perizinan IUPR Ekplorasi
5,250,000
4
Ekplorasi ( Penyelidikan Umum )
41,200,000
5
Perizinan IUPR Operasi Produksi
5,250,000
6
Bangunan dan Kantor
20,000,000
7
Pembebasan Lahan
40,000,000
8
Pembukaan lahan
39,600,000
9
Pengupasan/pembuangan limbah
24,600,000
10
Pembuatan camp dan tailling
22,000,000
11
Peralatan
50,000,000
12
Operasional
83,175,000
13
Dana Cadangan
7,975,000
Total investasi
350,000,000
2. Uraian RAB berdasarkan Tahapan kegiatan
Pendirian Koperasi
Untuk melegalkan usaha tambang rakyat mineral biji besi ini, di pilih dalam bentuk badan hukum Koperasi. adapun biaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut
Akte pendirian Rp 500.000
Surat Keterangan domisili usaha Rp. 50.000
NPWP Rp. 150.000
Izin Gangguan ( SITU ) Rp. 1.000.000
SIUP Rp. 500.000
SK Mentri Koperasi Rp. 2.500.000
Sertifikat Badan usaha Rp. 3.000.000
Jumlah Rp. 7.700.000
Perizinan WIUPR
Perizinan WIUPR adalah Perizinan Wilayah Izin Usaha Penambangan Rakyat yang dikeluarkan Oleh Bupati sebagai wakil menteri. Biaya sebagai berikut :
Kelengkapan Dokumen Rp 250.000
Surat Rekomendasi desa Rp 500.000
Surat Rekomendasi kecamatan Rp 500.000
Biaya pengurusan / Penerbitan WIUPR Rp. 2.500.000
Jumlah Rp. 3.250.000
Perizinan IUPR Ekplorasi
Izin IUPR Ekplorasi adalah tahapan perizinan setelah mendapat wilayah izin usaha pertambangan rakyat, izin tersebut diperuntukan melakukan kegiatan ekplorasi dan penyelidikan umum untuk mengetahui titik koordinat, jumlah deposit , sifat kimiawi dan pemetaan. Biaya yang dibutuhkan adalah :
Kelengkapan dokumen Rp. 250.000
Pengurusan hingga penerbitan IUPR Ekplorasi Rp. 5.000.000
Jumlah Rp. 5.250.000
Ekplorasi
Tahapan Ekplorasi adalah tahapan penyelidikan umum dengan menggunakan peralatan standart penyelidikan pertambangan. Dalam hal ini Kita menggunakan jasa konsultan dengan biaya sebagaiberikut :
Bayar sewa Konsultan ( ekplorasi 10 H ) Rp. 30.000.000
Transfotasi akomodasi tim survey Rp. 8.000.000
Operasional 7 hari untuk 8 orang Rp. 3.200.000
Jumlah Rp. 41.200.000
Bangunan Dan Kantor
Sewa Bangunan Kantor 1 tahun pertama Rp. 5.000.000
Perlengkapan penunjang kantor Rp. 15.000.000
Jumlah Rp 20.000.000
Perizinan IUPR Operasi Produksi
Perizinan IUPR Operasi produksi adalah izin untuk melakukan ekploitasi ( kegiatan operasi penambangan resmi ) berdasarkan data yang didapat pada tahapan ekplorasi. Biaya yang dibutuhkan adalah :
Kelengkapan dokumen Rp. 250.000
Pengurusan hingga penerbitan IUPR Produksi Rp. 5.000.000
Jumlah Rp. 5.250.000
Pembebasan Lahan
Tahapan pembebasan lahan adalah tahapan menghimpun surat kuasa melakukan tambang di arel yang sudah diekplorasi, yang di tandatangani oleh pemilik lahan yang diketahui oleh kepala desa setempat. Proses ini hanya memdapatkan kuasa melakukan penambangan bukan membeli areal penambangan. Biaya yang dibutuhkan adalah :
Biaya ADM Rp. 1.000.000 x 10 H Rp.10.000.000
Konvensasi pemilik lahan Rp. 3.000.000 x 10 H Rp.30.000.000
Jumlah Rp.40.000.000
Pembukaan Lahan
Lahan seluas 10 H yang sudah dibebaskan kemudian di buka untuk membersihkan dari tumbuhan yang ada kemudian pengaturan fisik lahan sesuai tahapan perencanaan pertambangan. Biaya yang dibutuhkan adalah :
Penebasan awal Rp. 500.000 x 10 H Rp. 5.000.000
Pembukaan lahan Sewa dozzer Rp. 300.000 x 32 jam Rp. 9.600.000
Pembukaan akses Jalan 500 m sewa dozzer 32 jam Rp. 9.600.000
Pembuatan gorong-gorong 1 unit Rp. 15.000.000
Jumlah Rp. 39.600.000
Pengupasan / Pembuangan Limbah
Tahapan ini bermaksud untuk membuang material penutup sediment mineral biji besi. Biaya yang dibutuhkan adalah :
Sewa Bechoe Rp 300.000 x 32 jam Rp. 9.600.000
Pembuatan tanggul Penahan Rp.15.000.000
Jumlah Rp.24.600.000
Pembuatan Camp dan Tailling
Pembuatan camp pekerja hanya sebatas pembuatan posko keamanan, sedangkan pekerja tambang di asumsikan dapat pulang selesai bekerja kerumah masing-masing karena jarak lokasi tambang dengan pemukiman. Tailling adalah lokasi penampungan bahan hasil tambang sebelum dikirim, lokasi tailing ini merupakan lokasi peletakan mesin pemisah logam dan peralatan kerja tambang lainnya. Biaya yang dibutuhkan adalah :
Pembuatan camp ukuran 3 x 4 m Rp. 10.000.000
Dudukan dan bangunan mesin Rp. 6.000.000
Pembuatan lokasi tailling Rp. 6.000.000
Jumlah Rp. 22.000.000
Peralatan
Peralatan yang akan digunakan dan harga pembeliannya adalah :
Peralatan penggalian umum konvensional 100 set Rp. 6.000.000
Instalasi Listrik Rp. 5.000.000
Peralatan Kantor Rp. 10.000.000
Generator 1,5 PK Rp. 3.500.000
Pompa air 1,5 Pk 5 unit Rp. 17.500.000
Alat bantu lainnya Rp. 8.000.000
Jumlah Rp. 50.000.000
Operasional
Biaya operasional meliputi :
Sewa Dump truk 1 bln pertama 5 unit x Rp. 7.000.000 Rp. 35.000.000
BBM 5 unit x 26 hari x 40 liter x Rp 4500 Rp. 23.400.000
Uang Jalan 5 unit x 26 hari Rp. 70.000 Rp. 9.100.000
BBM genset 30 hari x 5 liter x Rp. 4500 Rp. 675.000
Operasional kantor 1 bln Rp. 3.000.000
Operasional penambangan 1 bln Rp. 6.000.000
Cadangan operasional lain tak terduga Rp. 6.000.000
Jumlah Rp. 83.175.000
Dana Cadangan Rp. 7.975.000
3. Analisa Break Event Point ( BEP ) / Titik Impas ( Balik Modal )
Biaya Pemasukan Rp. 380.000.000 / bln
Asumsi Penjualan 1000 MetrixTon / Bulan, dengan harga Rp. 310.000/ MetrixTon. Pemasukan Perbulan adalah :
Rp. 310.000 x 1000 MT = Rp. 310.000.000,-
Biaya Pengeluaran Rp. 241.750.000 / bln
Bayar Gaji :
v KTT 1 x 5.000.000 Rp. 5.000.000
v Pengawas 2 x 1.500.000 Rp. 3.000.000
v Staf 2 x 1.150.000 Rp. 2.300.000
v Satpam 2 x 1.350.000 Rp. 2.700.000
v Operator 10 x 1.150.000 Rp. 11.500.000
v Pekerja lapangan 40 x 850.000 Rp. 34.000.000
v Sopir 5 x 1.500.000 Rp. 7.500.000
Jumlah Rp. 66.000.000
Bayar Uang Makan :
v KTT 1 x 26 x 15.000 Rp. 390.000
v Pengawas 2 x 26 x 15.000 Rp. 780.000
v Staf 2 x 26 x 15.000 Rp. 780.000
v Satpam 2 x 26 x 15.000 Rp. 780.000
v Operator 10 x 26 x 15.000 Rp. 3.900.000
v Pekerja lapangan 40 x 26 x 15.000 Rp. 15.600.000
v Sopir 5 x 26 x 40.000 Rp. 5.200.000
Jumlah Rp. 20.800.000
Operasional Angkutan :
v Sewa Dump Truk 5 unit x 7.000.000/bln Rp. 35.000.000
v BBM Dump truk 26 x 40 x 4.500 Rp. 23.400.000
v Uang jalan sopir 5 x 26 x 70.000 Rp. 9.100.000
Jumlah Rp. 67.500.000
Operasional kantor :
v ATK dll / bln Rp. 2.500.000
v Tagihan Rp. 500.000
v BBM Genset 5 x 30 h x 4.500 Rp. 675.000
Jumlah Rp. 3.675.000
Bayar iuran, fee, pajak , dll
v Iuran tambang 10 H x 2.500 / bln Rp 25.000
v Pajak Tambang 10 %/bln Rp. 31.000.000
v Fee lahan 10.000 x 1000MT Rp. 10.000.000
v Fee Desa 5.000 x 1000 MT Rp. 5.000.000
v Fee jalan 10.000 x 1000 MT Rp. 10.000.000
v Fee lain-lain 20.000 x 1000 MT Rp. 20.000.000
v Infak 2,5 % / bln Rp. 7.750.000
Jumlah Rp. 83.750.000
Break Event Point (BEP)
BEP = total investasi
pemasukan bersih/bln
= 350.000.000
122.351.250
Pemasukan kotor =
Pemasukan – pengeluaran
380.000.000 – 241.750.000
= 138.250.000
Pajak Ppn dan Pph 11,5 %
= 138.250.000 X 0,115 x100
= 15.898.750
Penghasilan bersih / bln
= penghasilan kotor – pajak
= 138.250.000-15.898.750
= 122.351.250
= 2,86 bulan
Atau setara dengan 3 Bulan dihitung sejak start pengiriman barang ( minggu ke 17 pada diagram barcarth ), atau sama dengan 7 bulan sejak pendirian koperasi.
Analisa Kegiatan Tahapan penambangan
Diagram barcarth
NK
Minggu ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
Keterangan :
NK : Nomor Kegiatan
I : Pendirian Koperasi
II : Perizinan WIUPR ( Wilayah Izin Usaha Pertambangan Rakyat )
III : Ekplorasi / Penyelidikan
IV : Perizinan IUP Ekplorasi
V : Pembebasan Lahan
VI : Perizinan IUP Operasi Produksi
VII : Bangunan dan kantor
VIII : Pembukaan lahan
IX : Pengupasan / Pembuangan Limbah
X : Pembuatan Camp dan Tailing
XI : Proses ekploitasi / operasi produksi
XI : Pengiriman material
PENUTUP
Sebagai generasi yang turut mengamati perkembangan perekonomian kerakyatan, Kami menilai, Ekploitasi sumber daya alam besar-besaran hanya menguntungkan satu fihak pemegang izin saja, dan lebih ironisnya kebanyakan perusahaan pemegang izin itu adalah perusahaan asing, pemerintah hanya mendapatkan sedikit bagian atas kontrak karya ekploitasi sumber daya alam Kita itu, sedangkan rakyat hanya bisa menyaksikan lahan peninggalan nenek moyang dan leluhur mereka yang tempat mereka menggantungkan hidup dari hasil buminya, di keruk tampa ada kontribusi peningkatan pendapatan bagi mereka. Mungkin UUD 1945 pasal 33 perlu di amandemen, karena jika dulu Kita dijajah asing, kini rakyat kembali dijajah Undang – Undang dan penguasa pelaksana Undang – Undang yang kebanyakan bukanlah anak bangsa yang terlahir dari wilayah terekploitasi. Bayangkan jika terjadi pada Kita, Ibu/ Bapak dan/atau saudara-saudara Kita, mereka hanya dapat tertegun melihat tanah mereka di keruk dan diberi garis batas, hingga membatasi mereka menjadi tidak lagi bisa mengelola bahkan menginjakkan kaki di lahan peninggalan orang tua mereka. Sumber daya alam di keruk dan di angkut sebesar-besarnya ke negara yang selalu dipenuhi ambisi-ambisi baru dalam peningkatan teknologi tiada batas yang berbahan dasar sumber daya mineral dan migas. Jika Hal ini terus terjadi dan beriringan dengan peningkatan setiap tahunnya, maka apa yang terjadi pada anak Kita yang masih kecil sekarang di 20 – 25 tahun mendatang.
Kritisasi Kami ini bermaksud untuk membuka fikiran Kita semua agar bersama-sama rakyat ’sebenarnya’, berusaha mengeruk sumberdaya alam yang ramah dan bermanfaat langsung bagi Kita, keluarga Kita dan Masyarakat di sekitar Kita yang membutuhkan.Karena Kami yakin Sumber Daya Manusia yang ada cukup mampu untuk melakukannya dari fase-fase kecil, menengah hingga besar, dengan keterlibatan masyarakat secara langsung. Dengan harapan Rintisan usaha ini dapat merubah kebiasaan hidup tertekan paceklik yang terjadi secara musiman 6-8 bulan pertahun setiap tahun sepanjang sejarah bagi saudara – saudara Kita khususnya di daerah berpotensi sumberdaya mineral seperti wilayah rintisan ini yaitu wilayah Kisam dan sekitarnya..
Mungkin dana yang dibutuhkan sangat besar nilainya jika dihitung dari asfek bisnis_ menyurutkan Hati Kita untuk berinvestasi_, tapi jika Kita beritikad baik dan didasari nilai sosial kemanuasian yang baik pula, mari...! niatkan investasi ini sebagai infak yang memang harus Kita salurkan kepada yang berhak, namun dapat memberi manfaat positif yang menguntungkan bagi Kita, baik dari asfek ekonomi maupun sosial keagamaan.
Profosal ini membahas uaraian rancana usaha secara simbolis saja, jika ada kekurangan dan kekurang rincian dari uaraian Kami ini, dengan senang hati dapat Kami sampaikan uraian terperincinya jika diperkenankan adanya pertemuan.
Dan Jika ada diperlukan saran kritik dan pembenahan, dapat di tulis pada lembar disposisi pada lampiran profosal ini, sebagai bahan kajian dan pembenahan Kita kedepan.
Semoga Kita semua mendapat lindungan dan Kekuatan dari Rahmat dan Hidayah Tuhan. Salam hormat dari Kami kepada Bapak/Ibu/sdr/i, dan orang-orang yang Anda cintai. Terimakasih atas kesedian waktu dan kerjasama Bapak/Ibu/sdr/i.
Wassallam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
idiot
BalasHapusgila gak bisa dibaca
BalasHapusilmunya mantab tp cara penyampaiannya bikin muntah...
BalasHapuspusinggg
BalasHapuspenjelasannya bertele tele
BalasHapuskoclok...
BalasHapusfuck u...
BalasHapusblog apaan bikin pusing
pusing bacanya
BalasHapusmaaf saran az,jgn terlalu kecil tlisanya saya az pake kacamata liatnya jdi satu baarisanya tulisan pada nyatu karana kekecilan font
BalasHapusMantab.. Saya punya stock batu bara.. Yg minat bisa.. Hub saya wa. 082251057517.
BalasHapusTak kuat mata melihat nya
BalasHapusmain copas dari mana2 langsung disatukan
BalasHapussebenarnya ini ilmu yang bagus loh, sayang penyajiannya membuat mata buta dan kepala puyeng, saya sudah baca sampai habis, karena terus terang pekerjaan saya sedikit banyaknya berkaitan dengan ini, setelah saya baca semua saya sadar, semua yang saya lakukan selama ini didalam pekerjaan menjadi masuk akal karena selama ini saya kerja kayak robot, tidak tau teori tapi paham praktek, dan satu lagi kekurangannya artikel ini kalo bisa sertakan referensi table-tablenya, terutama table konversinya, agar orang bisa mensimulasikan/melakukan uji coba, semoga di perbaiki sama TS
BalasHapusKlasifikasi rank bituminous mulai low,medium&high kcal brp? Tks
BalasHapus